Masalah Lingkungan di Tengah Pandemik dan Resesi Ekonomi yang Mengancam Indonesia

    Sumber : kabar24.bisnis.com

   

        Sumber : kabar24.bisnis.com

    

         Pandemik Covid telah menyebabkan banyak sekali pengaruhnya ke berbagai  sector kehidupan baik ekonomi maupun lingkungan. Disektor ekonomi Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani sebelumnya memprediksi Indonesia akan mengalami resesi ekonomi pada kuartal ke II sebesar -4,3% hal tersebut dibuat setelah melihat kondisi Negara Singapura dan Korea Selatan yang mengalami Resesi Ekonomi terlebih dahulu.Akan tetapi, setelah melihat hasil yang diumumkan BPS atau Badan Pusat Statistik  bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia -5,3%, hal tersebut menurut Direktur Riset Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah bahwa hasil tersebut belum bisa dikatakan sebagai resesi ekonomi karena resesi ekonomi akan terjadi apabila terjadi selama dua kuartal secara berturut-turut. Menurut Piter, Indonesia  akan resmi masuk ke dalam  jurang resesi  apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia  kembali mengalami hal serupa pada kuartal III-2020. CORE memperkirakan, ekonomi Indonesia bakal tumbuh  negatif dengan kisaran 3%-4% pada kuartal III-2020 mendatang. Resesi atau disebut juga dengan kemerosotan ekonomi  adalah  suatu kondisi saat Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara menurun atau saat pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi ini disebabkan oleh karena adanya pandemic Covid 19 yang menyebabkan adanya kebijakan PSBB ataupun Lockdown dan  dampak dari resesi ini menyebabkan terjadinya  penurunan seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Jika ekonomi suatu Negara  mengalami penurunan secara drastis, hal ini disebut  dengan kebangkrutan ekonomi (economy collapse) dan Negara yang telah masuk ke dalam jurang resesi sudah ada 6 negara yaitu, Singapura, Korea Selatan, Jerman,Hongkong, Jepang dan Amerika Serikat.

         Selain  itu, Pandemik Covid 19 juga menyebabkan pemerintah mempercepat kebijakan Omnibus Law untuk menarik investor untuk menanamkan modal baik FDI(Foreign Direct Investment)  maupun portofolio. Akan tetapi, Omnibus Law banyak sekali pertentangan dari kalangan masyarakat, akademisi, dan khususnya organisasi lingkungan. Menurut pendapat dari organisasi lingkungan, RUU Omnibus law berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan hidup beberapa pasal untuk melindungi lingkungan dihapuskan untuk menarik investasi. Misalnya pasal 24 sampai 29 yang menghapus  tentang amdal yang merupakan salah satu syarat dalam persyaratan korporasi dalam berinvestasi di Indonesia tetapi tidak merusak lingkungan selain itu dalam pasal 121 angka 5 mengenai pengadaan lahan yang terdapat penambahan pasal 19 A  yang berisi penggadaan lahan dibawah 5 hektar boleh dieksekusi oleh pihak yang berhak mendapatkannya. Sebelumnya, itu ada proses dulu. Misal, ada hitung nilai tanah seperti apa, terus juga ditetapkan dalam peraturan gubernur, walikota, bupati dan lain-lain. Harus dibahas juga teknis pembayarannya. Harus ada konsultasi publik juga. Sekarang langsung kepada pihak yang berhak.” Tutur LBH( Lembaga Bantuan Hukum).

 

        Sumber : gapki.id

 

        Masalah lingkungan yang lainnya selain kebijakan omnibus law yang dirasakan pada saat pandemic Covid 19 ini, yang  pertama mulai terkikisnya hutan di Indonesia kondisi hutan Indonesia pada 2019 mengalami bencana kebakaran hutan yang cukup besar. Berdasarkan hasil analisis Greenpeace, 3.403.000 hektar (ha) lahan terbakar antara tahun 2015 sampai dengan 2018 di Indonesia, menurut hasil analisis burn scar (bekas terbakar) dari data resmi pemerintah. Analisis Greenpeace Internasional mengungkapkan terdapat beberapa perusahaan ternama yang menyebakan kebakaran hutan dan  akan memicu perubahan iklim karena masih  banyak penggunaan komoditas minyak sawit yang dibeli dari pemasok yang berhubungan langsung dengan kebakaran hutan. Namun, pemerintah belum mengambil langkah tegas pada oknum-oknum yang bertanggung jawab pada kebakaran hutan yang terjadi Indonesia dan proses pembukaan lahan secara liar ini akan terus berlanjut jikalau aturan yang dibuat pemerintah tidak tegas terhadap pelaku pembakaran liar apalagi di tengah Pandemik Covid 19 ini

    

    Sumber ; internasional.kompas.com

 

         kedua, belum terselesaikan masalah plastic yang mencemari lingkungan pasalnya 60% plastic didunia hanya digunakan sekali pakai sehingga kuantitas penggunaan sampah plastic akan terus meningkat padahal plastic merupakan salah satu yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Akan tetapi, ada kabar baik  dari Pemerintah Indonesia bahwa berkomitmen pada acara di World Economic Forum 2020  Indonesia akan bebas dari polusi plastik pada tahun 2040 dengan mengedepankan ekonomi sirkuler. Ini sejalan dengan fokus utama Greenpeace Indonesia tahun ini yaitu mendorong perusahaan-perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) untuk mulai berkomitmen mengurangi produksi plastik sekali pakai untuk produk-produknya dan menerapkan konsep re-use dan re-fill. Komitmen ini juga dapat memperlambat laju KrisisIklim karena dalam produksinya, plastik turut menyumbang emisi karbon ke udara. Kebijakan tersebut sudah mulai dilihat dari penerapan pelarangan penggunaan plastic sekali pakai  di beberapa daerah di Indonesia seperti Jakarta dan Kabupaten Bogor yang melarang  penggunaan kantong plastic pada supermarket. Berdasarkan realisasinya, penggunaan sampah plastic berkurang di supermarket. Akan tetapi, masyarakat masih banyak menggunakan sampah plastic di luaran sana.  

   

      
 Sumber : mediaindonesia.com

         

          Ketiga, polusi udara dan energy kotor. Hal tersebut terjadi karena adanya kebijakan Investasi PLTU Batu Bara di Indonesia yang  sampai saat ini masih terjadi. Akan tetapi,  sangat disayaangkan energi kotor yang digunakan  itu merupakan pembangkit listrik yang masih diutamakan di Indonesia. Padahal secara global sektor pembangkit listrik adalah kontributor terbesar gas rumah kaca penyebab. Bahkan 20-30 persen polusi udara yang ada di Jakarta adalah hasil sumbangan dari emisi yang dihasilkan PLTU berbahan bakar batu bara. Selain itu, pembakaran batu bara bisa menjadi penyebab kematian karena partikel polutannya dapat menembus ke sel darah manusia. Indonesia harus segera melakukan transisi dari energi kotor ke energi yang lebih ramah lingkungan. 

        Polusi udara juga menjadi suatu  masalah lingkungan yang cukup sulit diselesaikan untuk Indonesia terutama di kota-kota besar karena masifnya penggunaan kendaraan pribadi menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas udara di beberapa daerah. Tentu saja polusi udara dirasakan langsung oleh kita semua.

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melihat Effektifitas Restrukturisasi BUMN oleh Erick Tohir Berdasarkan Historical Restrukturisasi BUMN dalam Perspektif Ekonomi Politik

Menyongsong Ekonomi Indonesia di Masa Depan

KKN-T IPB UNIVERSITY 2021 : Optimalisasi Masyarakat Kelurahan Cipinang Cempedak Sebagai Penanggulangan Covid 19